Jumat, 29 Maret 2013

Kevin Prince Boateng: "Rasisme Itu Penyakit"

Sebagaimana dilansir situs resmi AC Milan, Kevin Prince Boateng, rekan Mario Balotelli yang bermain di posisi trequartista hadir dan berpidato di acara Hari Internasional untuk Penghapusan Diskriminasi Ras yang dilangsungkan di Genewa, Swiss. Berikut isi pidatonya:


"Nyonya Pillay, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, 
Kolega-kolega dan para ahli yang saya hormati, 
saudara-saudara sekalian, 

Apa yang baru saja kita lihat di tayangan terjadi pada tanggal 3 Januari di Busto Arsizio di pertandingan persahabatan antara klub saya AC Milan dan tim dari divisi empat. Saya memutuskan untuk menghentikan pertandingan dan menendang bola ke arah penonton karena saya tidak dapat mengontrol emosi saya dan merasa tersinggung oleh hinaan-hinaan rasial yang datang dari bangku penonton. Gerakan saja tidak akan berpengaruh apa-apa. Akan tetapi, rekan-rekan setim saya secara spontan mengikuti saya untuk meninggalkan pertandingan tanpa ada keraguan sedikitpun. Kenyataan bahwa seluruh tim merespon dengan kompak terhadap rasisme telah membuat berita ke mana-mana. Dan oleh karena itu saya ada di sini. Saya ingin berterima kasih kepada Komisaris Tinggi untuk HAM Ms. Navi Pillay dan bagian anti-diskriminasi dari kantornya karena mengundang saya. 
Adalah kehormatan bagi saya untuk bisa berbicara di sini hari ini. Saudara sekalian, kita ada di tahun 2013 dan rasisme masih ada dalam kehidupan kita dan masih menjadi masalah. Bukan semata-mata hanya menjadi topik di channel sejarah atau sesuatu dari masa lalu atau terjadi di negara-negara lain. Rasisme itu nyata, dan ada di hidup kita sekarang. Anda bisa menemukannya di jalan raya, di kantor polisi dan di stadion sepakbola. Banyak masa di hidup saya ketika saya sangat berharap tidak mengalaminya. Saya berusaha mengabaikannya seperti sebuah sakitkepala yang tidak lama akan hilang sendiri. Saya hanya harus menunggu. Namun demikian, itu adalah ilusi. Itu tidak akan pergi begitu saja. Kita mempunyai tugas untuk menghadapi rasisme dan memeranginya. Konsep "sedikit rasis" tidak ada. Tidak boleh ada toleransi sama sekali terhadap rasisme. Sama sekali tidak bisa diterima dimanapun itu terjadi atau dalam bentuk apa. Itu juga sesuatu yang melebihi hitam  dan putih. Ada banyak jenis rasisme dari beraneka ragam ras dan bangsa. Tidak ada vaksin untuk hal ini dan tidak ada antibiotik yang perlu diminum. Ini adalah virus yang bisa menular dan berbahaya yang diperkuat oleh ketidakpedulian dan ketiadaan tindakan.  
Ketika saya bermain untuk Ghana, saya belajar memerangi malaria. Vaksin saja tidak cukup. Anda juga harus mengeringkan area terinfeksi di mana carrier berkembangbiak. Saya berpikir bahwa rasisme dan malaria banyak kesamaan. Stadion adalah tempat di mana orang-orang dari berbagai etnis datang untuk mendukung tim mereka atau bisa dilihat sebagai area stagnan di mana orang-orang yang sehat akan terinfeksi oleh rasisme. Kita tidak dapat mengizinkan hal ini terjadi di depan mata kita. Stadion sepakbola, seperti tempat-tempat lainnya, dipenuhi dengan anak-anak muda. Jika kita tidak memerangi stagnasi, banyak diantara yang sehat hari ini, bisa terinfeksi dengan salah satu penyakit paling berbahaya. 
Kita yang menjadi figur publik memiliki tanggung jawab lebih. Kita tidak dapat membiarkan diri kita lalai atau tidak bertindak. Banyak olahragawan seperti saya dan rekan-rekan saya, artis dan musisi memiliki kesempatan dan tanggung jawab yang unik untuk membuat diri mereka didengar. Kita memiliki kemungkinan untuk menggapai bagian-bagian yang pidato-pidato politik tidak dapat melakukannya. Sejarah menunjukkan pada kita betapa pentingnya kontribusi dari atlet yang terkenal. Saya dapat berkata bahwa fakta bahwa presiden Amerika memiliki warna kulit yang sama dengan saya, memiliki hubungan bukan hanya dengan Martin Luther King, tapi juga Mohammed Ali. Salah satu momen yang paling intens dan berkesan dari hidup saya adalah ketika saya bertemu Nelson Mandela selama piala dunia di Afrika Selatan tahun 2010. Orang yang luar biasa, baik di dalam pikiran maupun karakter. Hidupnya telah menunjukkan bahwa membuat suaramu didengar menentang rasisme adalah lebih tidak berbahaya dibanding diam. Adalah sama pentingnya menentang rasisme hari ini sama seperti di masa lalu. Kita harus mencari inspirasi dari mereka yang telah menyabung nyawa untuk hal itu. Saya yakin bahwa adalah kesalahan fatal untuk percaya bahwa kita dapat memerangi rasisme dengan mengabaikannya dan berharap bahwa itu akan hilang begitu saja seperti sakit kepala. Ini tidak akan terjadi. Di setiap saat kita bertemu dengan rasisme kita memiliki tugas untuk bangkit dan bertindak. Terima kasih atas perhatiannya."

Demikian isi pidato dari Kevin Prince Boateng, midfielder energik AC Milan keturunan Ghana dan Jerman bernomor punggung 10. Baca juga berita sebelumnya berjudul "Dari Berlusconi Sampai Ambrosini untuk Boateng". Say No to racism!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar